Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

Potensi Pulpa Kakao (Theobrema cacao L.) dan Kemangi (Ocimum basilicum L.) sebagai Bioherbisida Pra Tumbuh

 

ABSTRAK

  

SITTI WAHIDA. Potensi Pulpa Kakao (Theobrema cacao L.) dan Kemangi (Ocimum basilicum L.) sebagai Bioherbisida Pra Tumbuh (dibimbing oleh DARMAWAN dan ARDIN TJATJO)

 

Penelitian ini bertujuan mengetahui (1) potensi pulpa kakao dan kemangi sebagai bioherbisida pra tumbuh, (2) kemampuan pulpa kakao menghambat perkecambahan biji gulma, (3) perubahan morfologis pada gulma akibat aplikasi pulpa kakao dan kemangi, (4) dosis yang efektif untuk mengendalikan gulma.Penelitian ini dilaksanakan dua tahap di laboratorium dengan menggunakan Percobaan Faktorial dalam Rancangan Acak Lengkap dan di lapangan dengan menggunakan Percobaan Faktorial dalam Rancangan Acak Kelompok dengan dua faktor yaitu: Pulpa kakao (P) dan Kemangi  dengan masing-masing dosis empat taraf sehingga diperoleh 16 kombinasi perlakuan yang diulang tiga kali sehingga diperoleh 48 unit perlakuan/pengamatan. Data dianalisa dengan Analisis Varian, untuk membedakan rerata antar perlakuan dilakukan uji Duncan Multiple Range Test (DMRT) pada taraf lima persen. Pengamatan dilakukan terhadap kecepatan pertumbuhan biji gulma, panjang akar, panjang tajuk dan jumlah daun. Hasil penelitian menunjukkan bahwa (1) Pulpa kakao dan kemangi mengandung senyawa kimia yang potensial yaitu asam fenolat dan sineol 1.8 sebagai bioherbisida pra-tumbuh, (2) Aplikasi pulpa kakao menyebabkan biji gulma dalam tanah tetap dorman dan menyebabkan kematian biji sebelum berkecambah akibat nekrosis asam amino dan cairan sel, (3) Terdapat perubahan morfologis pada gulma akibat aplikasi perlakuan pulpa kakao dan kemangi, yakni perubahan warna daun gulma (dari hijau menjadi kekuning-kuningan), pertumbuhan rambut akar terganggu dan terjadinya penurunan panjang akar, (4) Perlakuan 50 l/ha pulpa kakao dan ekstrak kemangi memberikan hasil yang lebih baik dan dosis 30 l/ha pulpa kakao tanpa ekstrak kemangi, memacu pertumbuhan akar, (5) Dosis pulpa kakao 30 l/ha justru berperan sebagai zat perangsang tumbuh bagi pertumbuhan akar gulma.

 

Kata kunci: Pulpa kakao, kemangi, bioherbisida

 

ABSTRACT


 SITTI WAHIDA. The potential of Cacao Pulp (Theobroma cacao L.) and Basil (Ocimum basilicum L) as Pre-Growth Bioherbicides(Guide by DARMAWAN and ARDIN TJATJO.

 

The aims of this research are to determine (1) the potential of cacao pulp and basil as pre-growth bioherbicides (2) the ability of the cacao pulp to in inhibiting the germination of weed seeds, (3) morphological changes in the weeds due to the application of the cacao pulp and basil, (4) the effective dose for controlling weeds.The research was carried out within two steps; in laboratory by using the factorial experiments in completely randomized design, and in the field by using factorial experiment in a randomized block design . Two factors used in the field experiment were cacao pulp (C) and Basil (K) with four levels of dose for each factor resulted in 16 combinations of treatments with three replications in order to obtain 48 units treatments/observation units. Data were analized using analysis of variance  and to distinguish between treatment means, the Duncan Multiple Range Test was performed at five percents level. Observations were conducted on weed seed growth rate, root length, crown length and number of leaves.The result of this research showed that (1) Cacao pulp and basil extract contains chemical compounds of phenolic acid and cineol 1.8 which are potential as pre-growth bioherbicides; (2). The application of cacao pulp causes weed seeds remain dormant in the soil and causes death of the weed seeds before germinated due to necrosis of amino acid and cell fluids; (3) There are some morphological changes in the weeds caused by the application of cacao pulp and basil tretments in the colour of weed leaves (from green to yellowish), impaired root hair growth and decreased root length; (4) Treatment 50 l/ha of cacao pulp and basil extract gave better results and dose of 30 l/ha of cacao pulp without basil extract  can stimulate root growth; (5) Cacao pulp dose of 30 l/ha in fact acted as a growth stimulating substance for the growth of the weed roots. 

 

Keywords: cacao pulp, basil, bioherbicide


BAB I

PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang

      Gulma adalah tumbuhan pengganggu yang tumbuh diantara tanaman budidaya. Gulma mengganggu tanaman sejak masa pertumbuhan vegetatif sampai pada masa generatif. Akibat dari gangguan gulma dapat mempengaruhi  produktifitas tanaman budidayayang pada akhirnya akan berpengaruh pada tingkat produksi dan pendapatan petani.

Salah satu upaya untuk mengatasi kehadiran gulma adalah dengan memanfaatkan herbisida sebagai pembasmi, namun cara ini jika dilakukan terus menerus dapat mengakibatkan kerusakan lingkungan  dan meningkatkan resistensi  tanaman budidaya terhadap penyakit tertentu bahkan mengganggu kesehatan manusia (Purba, 2009). Apalagi seringkali para petani menggunakan dosis herbisida kimia melebihi kebutuhan. Dewasa ini produksi tanaman  yang menggunakan herbisida kimia memiliki daya saing yang rendah dibandingkan dengan yang menggunakan herbisida alami atau organik. Oleh sebab itu perlu adanya alternatif pengendalian gulma yang ramah lingkungan atau berwawasan lingkungan. Upaya tersebut dapat dilakukan dengan menggali potensi senyawa kimia yang berasal dari tumbuhan yang dapat dimanfaatkan sebagai bioherbisida.

   Alelokimia dari tanaman tingkat tinggi dapat digunakan untuk menekan pertumbuhan gulma atau hama. Metode seperti ini aman dan efektif karena produk yang digunakan adalah produk alami yang dapat dengan mudah terurai, tidak seperti herbisida sintesis yang persisten. Kelebihan lainnya adalah alelokimia memiliki umur simpan yang lebih lama, kondisi penyimpanan yang bervariasi, aplikasi mudah, dan lebih luas cakupan lingkungannya (Institut Pertanian Bogor, 2010)

Rahayu (2003) menyatakan bahwa pemanfaatan mekanisme alelopati terutama untuk mengendalikan gulma atau patogen mendukung perwujudan ciri Low External Input and Sustainable Agriculture (LEISA). Alelopati Acacia mangium Wild memberikan pengaruh terhadap perkecambahan benih kacang hijau (Phaseolus Radiatus L.) dan benih jagung (Zea mays), dimana pengaruh yang diberikan berupa hambatan pada perkecambahan kedua jenis benih ini (Tetelay, 2003). Hasil penelitian Palapa (2009) meyatakan bahwa ekstrak senyawa alelopati alang-alang (Imperata cylindrica) dan teki (Cyperus rotundus) secara sendiri-sendiri  ternyata efektif memberikan hambatan pada pertumbuhan tanaman bayam duri (Amaranthus spinosus).

            Moenandir (1998) menyatakan bahwa asam malat, asam sitrat, asam asetat adalah zat kimia yang bersifat allelopat, yaitu dapat menghambat perkecambahan  dan pertumbuhan tanaman sekitarnya. Pulpa kakao mengandung asam malat, asam sitrat, asam asetat dan polifenol (Sulistyowati, 1988).

Tumbuhan lain yang  juga berpotensi sebagai bioherbisida adalah kemangi karena memiliki kandungan senyawa sineol 1,8 yang mana struktur kimianya hampir sama dengan simetilin yang terdapat dalam herbisida sintetik (Hernani dan Tri Marwati, 1999. Sineol merupakan salah satu contoh senyawa alelokimia yang dapat langsung digunakan sebagai herbisida.(Institut Pertanian Bogor,  2010)

Sulawesi Barat sebagai salah satu daerah sentra produksi kakao, sebagian dari petani rakyat kakao memanfaatkan limbah fermentasi kakao sebagai bahan pencampur herbisida untuk mengendalikan gulma pada lahan kakao, tepatnya di dusun Karanissang, Kec. Sempaga, Desa Kalonding Kab. Mamuju.

Berdasarkan hal tersebut maka penelitian ini bertujuan untuk mengetahui potensi pulpa kakao dan kemangi sebagai bioherbisida pra tumbuh.

 

B.    Tujuan dan Kegunaan

 

Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis potensi pulpa kakao dan kemangi sebagai bioherbisida pra tumbuh.

Kegunaannya diharapkan menjadi bahan informasi dalam memanfaatkan pulpa kakao dan kemangi untuk mengendalikan gulma sehingga memberikan keuntungan bagi masyarakat dan aman bagi kesehatan dan lingkungan.

 

C.    Hipotesis

1.     Aplikasi pulpa kakao mampu menghambat perkecambahan biji gulma.

2.     Terdapat perubahan morfologis pada gulma akibat aplikasi pulpa kakao dan kemangi.

3.     Terdapat dosis yang efektif untuk mengendalikan gulma.

4.     Pulpa kakao dan kemangi memiliki potensi sebagai bioherbisida pra tumbuh.

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A.    Pulpa Kakao

          Buah kakao terdiri dari empat bagian, yaitu kulit, plasenta, pulpa dan biji (Warintek, 2001). Pulpa yang mengelilingi biji di dalam buah kakao, merupakan satu massa yang mengandung persentasi cairan yang cukup besar (Away, 1985).

Pengolahan buah kakao menjadi biji kakao kering menghasilkan limbah antara lain  cangkang kakao dan pulpa, yaitu lapisan yang menyelubungi biji kakao basah. Pulpa terdiri atas senyawa gula (10-15%) dan air (85-90%). Senyawa gula dalam pulpa  merupakan media yang baik bagi pertumbuhan mikroba selama proses fermentasi biji kakao berlangsung. Namun, kandungan pulpa yang berlebihan dapat berpengaruh negative terhadap proses dan hasil fermentasi, yaitu menyebabkan biji kakao memiliki cita rasa asam. Cara untuk mengurangi kandungan pulpa pada biji kakao adalah dengan pemeraman buah kakao hasil panen di kebun  selama 7-12 hari atau pemerasan pulpa secara mekanis. Pulpa yang diperoleh dari proses pemerasan ternyata menimbulkan masalah tersendiri bagi lingkungan di sekitar areal pengolahan biji kakao. Limbah pulpa yang tidak segera ditangani akan difermentasi oleh mikroba sehingga menimbulkan aroma asam dan tidak sedap bagi lingkungan di sekitarnya (BPTP Bali, 2006).

Pulpa kakao, meskipun telah diteliti beberapa aspek pemanfaatannya, sampai saat ini cenderung masih merupakan limbah yang berpotensi mencemari lingkungan, diperkirakan saat ini total produksi pulpa kakao di Indonesia akan mencapai sekitar 150.000 kiloliter per tahun. Pulpa kakao terbuang dibeberapa tempat, mulai dari tempat pemecahan buah akako, di jalan yang dilewati truk pengangkut biji, sampai di bawah peti fermentasi. Diperlukan manajemen pengolahan yang lebih baik untuk mengumpulkan dan memanfaatkan pulpa kakao secara efesien (Panji, 1998).      

  

1.       Kandungan Asam pada Pulpa Kakao

Senyawa asam pada pulpa kakao merupakan hasil peruraian senyawa gula di dalam pulpa kakao oleh bakteri aerobik disertai dengan pelepasan panas (988 kJ/mol) (Atmawinata dkk., 1998). Kandungan asam pada biji kakao berasal dari pulpa segar dan hasil aktivitas mikroorganisme pada pulpa yang masuk ke dalam keping biji (Yusianto dkk., 2001) namun dengan kadar yang berbeda. Sebagai akibat dari adanya pertumbuhan mikroba pada pulpa biji kakao selama proses fermentasi terbentuklah beberapa macam asam, disamping adanya asam-asam yang secara alami terdapat dalam pulpa (Sulistyowati, 1988).

Tabel 1. Komposisi lendir biji kakao

No

Jenis Analisis

Komposisi

1.

Ph

3.69

2.

Kadar C

4.16 (%)

3.

Kadar N

0.049 (%)

4.

Kadar P

0.22 (%)

5.

kadar K

0.373 (%)

6.

Kadar Ca

0.035 (%)

7.

Kadar Mg

315 (%)

8.

Kadar Fe

230 ppm

9.

Kadar Zn

9.5 ppm

10.

Kadar Mn

7.85 ppm

11.

Kadar Gula

10.16 (%)

12.

kadar Polifenol

0.79 SAG*

*SAG = Setara Asam Galat

Sumber = Panji (1998)

 Kandungan asam pada pulpa kakao dipengaruhi oleh lama tidaknya fermentasi, seperti tercantum pada Tabel 2.

 Tabel 2. Pengaruh waktu fermentasi terhadap beberapa parameter

Hari

Komponen

pH

IF

PF

TA

GP

0

6.38

0.45

8.89

     4.49

0.97

1

5.52

0.48

8.72

11.89

1.03

2

5.1

0.71

8.55

15.11

1.11

3

4.85

0.86

8.19

14.28

1.13

4

4.95

0.97

7.53

12.63

1.18

5

5.1

1.27

6.57

11.54

1.21

Sumber: Atmana, (1998)

TA       : Total Asam meq NaOH/100 g

GP       : Gula Pereduksi

 

Keterangan :

pH       : Derajat Keasaman

IF         : Indek Fermentasi

PF        : Polifenol

 

 B.    Kemangi

         Kemangi dalam taksonomi tanaman termasuk ke dalam marga Ocimum yang memiliki 50 – 150 jenis yang tersebar dari daerah tropis Asia, Afrika sampai Amerika tengah dan Amerika selatan. Dari sekian banyak jenis Ocimum tersebut, memang hanya beberapa yang telah menjadi komoditas komersial, di antaranya yaitu jenis Ocimum basilicum, Ocimum sanctum, Ocimum gratisimum, Ocimum americanum, dan beberapa jenis lainnya (Adnyana dan Firmansyah, 2006)

         Tumbuhan ini berasal dari Asia Tropis. Penyebarannya secara alami ke Amerika, Afrika dan Asia. Daun tanaman ini digunakan dalam pengobatan sebagai ekspektoran dan antiseptik, juga dapat digunakan  sebagai insektisida. Ocimum terdiri dari beberapa jenis, dan komposisi kimianya, terutama komponen utamanya sangat berbeda antar jenis yang satu dan lainnya. Ocimum basilicum mempunyai komponen utama estragol dan linalol, serta sineol tetapi tidak mengandung kamfor. Untuk O. Basilicum varietas citratum (kemangi), kandungan sitralnya cukup tinggi (75%) dan komponen lainnya sineol 1,8, linalol, kariofilen okasida dan komponen minor lainnya (Hernani, 1999).

         Menurut Hadipoentyanti dan Sri Wahyuni (2008) karakter morfologi Ocimum spp. beragam, dilihat dari habitus, bentuk dan warna batang, bentuk dan warna bunga, serta bentuk dan warna biji.

 

1.  Tinjauan Umum Kemangi (Ocymum basilicum)

Kingdom : Plantae

Divisi : Magnoliophyta

Classis : Magnoliopsida

Ordo : Lamiales

Famili : Lamiaceae

Genus : Ocymum

Spesies :Ocymum basilicum

 

a.     Morfologi

Terna yang menegak, tinggi hingga 1,10 m, batang coklat tua, tangkai daun coklat muda dan daun-daun hijau tua. Daunnya berasa manis dan agak tajam.

 

b.     Distribusi dan Habitat

Tanaman ini ditemukan di seluruh pulau Jawa dari daratan rendah hingga kurang lebih 450 m di atas permukaan laut, bahkan dibudidayakan hingga 1100 m. Selain di P. Jawa, jenis ini telah ditanam hampir di seluruh Nusantara. Tumbuh pada tepi-tepi jalan dan tepi-tepi ladang, pada sawah-sawah kering dan dalam hutan-hutan jati seringkali disemaikan di kebun-kebun dan pekarangan rumah.

 

c.      Manfaat

Daun selasih memiliki bau yang sangat tajam sehingga jika tercium agak lama akan mengakibatkan mual dan pening. Bau daun ini juga dapat mengusir nyamuk dan serangga.

Dalam farmakologi Cina disebut tumbuhan ini memiliki sifat: rasa agak manis, dingin, harum, dan menyegarkan, menghilangkan bau badan, dan bau mulut. Efek zat aktif : 1,8 sineol (seluruh tanaman), anestesi, membantu mengatasi ejakulasi dini (Dennis dan Sidakaton, 2011), anti kholinesterase, perangsang aktifitas syaraf pusat, melebarkan pembuluh darah kapiler (merangsang ereksi), penguat hepar. Anethol (seluruh tanaman); merangsang hormon estrogen, merangsang faktor kekebalan tubuh, merangsang ASI. Apigenin (seluruh tanaman); melebarkan pembuluh darah, mencegah pengentalan darah, melancarkan sirkulasi, menekan syaraf pusat, ralaksasi otot polos. Arginine (daun), memperkuat daya tahan hidup sperma, mencegah kemandulan, menurunkan gula darah, antihepatitis, diuretik. Asam aspartat (daun); merangsang syaraf, analeptik. Boron (seluruh tanaman); merangsang keluarnya hormon androgen dan hormon estrogen serta mencegah pengeroposan tulang (wordpress, 2010)

 

d.     Kandungan Kimia

Tumbuhan ini kaya dengan berbagai kandungan kimia yang sudah diketahui, a. l: Minyak atsiri: Osimena, farnesena, sineol, felandrena, sedrena, bergamotena, amorfena, burnesena, kadinena, kopaena, kubebena, pinena, ter pinena, santalena, sitral, dan kariofilena. Senyawa lain : Anetol, apigenin, asam askorbat, asam kafeat, eskuletin,eriodiktiol, eskulin, estragol, faenesol, histidin, magnesium, rutin, tanin, ß-carotene, ß-sitosterol. (Biologi online, 2009).

Menurut Andyana (2006) dari hasil pengujian farmakologi didapatkan bahwa selasih memiliki aktivitas antibakteri terhadap Saphylococcus aureus, Salmonella enteritidis, Escherichia coli, aktivitas antiseptik terhadap Proteus vulgaris, Bacillus subtilis, Salmonella paratyph, aktivitas antifungi terhadap Candida albicans, Penicillium notatum, Microsporeum gyseum, aktivitas larvasida terhadap lalat rumah dan nyamuk, dan repelan terhadap seranggaKonsentrasi efektif dari minyak untuk membunuh 90 persen larva berkisar 113-283 ppm. Kamfor, d-limonen, myrcene, dan timol merupakan senyawa yang mempunyai aktivitas repelan. Sedangkan eugenol dan metikavikol bertanggung jawab terhadap aktivitas larvasida. Perbedaan ini tentu saja akan memberikan perbedaan aroma dan kekuatan efek farmakologi dari masing-masing minyak atsiri dari jenis tanaman tersebut. Ocimum basilicum menempati tempat teratas, paling populer karena selain kandungan minyak atsirinya relatif lebih banyak dibanding yang lain, juga memiliki aroma yang lebih disukai.

Senyawa-senyawa yang banyak ditemukan dalam minyak atsiri ini antara lain 1,8-sineol, trans-beta-ocimen, kamfor, linalool, metil kavikol, geraniol, citral eugenol, metil sinamat, metil eugenol, beta-bisabolen, beta-kariopilen. Kandungan utama yang banyak terdapat dalam minyak atsiri yang beredar di pasaran seperti minyak sweet basil adalah linalool, metil kavikol. Kandungan lainnya yang juga cukup tinggi adalah eugenol dan 1,8-sineol, selanjutnya dengan kadar yang lebih rendah adalah citral (neral dan geranial ) juga ocimen.

 

C.    Gulma

Gulma didefenisikan sebagai tumbuhan yang tumbuh ditempat yang tidak dikehendaki oleh manusia. Tetapi gulma sendiri adalah tumbuhan yang sangat berhasil dalam status ekologinya, adalah sebagai produsen, sama seperti tanaman budidaya. Dengan alasan itu keberadaan gulma yang berlebihan akan merupakan pesaing dalam banyak kasus persaingan ini dimenangkan oleh gulma, sehingga mengurangi kemampuan tanaman budidaya untuk berproduksi karena persaingan atau kompetisi antara gulma dan tanaman budidaya dalam menyerap unsur-unsur hara dan air dari dalam tanah, dan penerimaan cahaya matahari untuk proses fotosintesis, menimbulkan kerugian-kerugian dalam produksi baik kualitas dan kuantitas. Hal ini secara emosional mendorong manusia untuk mengendalikan atau memberantas gulma tersebut (Seameo biotrop, 2010)

Maspary (2010) menyatakan berdasarkan morfologinya gulma dapat dibedakan menjadi :

 

1.     Golongan Rumput (Gulma Berdaun Sempit/ Grasses)

            Golongan rerumputan mencakup jenis gulma yang termasuk dalam famili gramineae. Selain merupakan komponen terbesar dari seluruh populasi gulma, famili ini mempunyai daya adaptasi yang cukup tinggi, distribusi amat luas dan mampu tumbuh baik pada lahan kering maupun tergenang. Contoh: Alang-alang, rumput pahit, jampang pahit, kakawatan, gerinting, jejagoan, glagah, jejahean dan bebontengan.

2.     Golongan Teki (Sedges)

Golongan teki meliputi semua jenis gulma yang termasuk kedalam famili Cyperaceae. Golongan teki terdiri dari 4000 spesies, lebih menyukai air kecuali Cyperus rotundus L. Contoh: rumput teki, walingi, rumput sendayan, jekeng, rumput 3 segi, dan rumput knop.

3.     Golongan Berdaun Lebar (Broadleaf Weeds)

Golongan gulma berdaun lebar meliputi semua jenis gulma selain famili gramineae dan Cyperaceae. Golongan gulma berdaun lebar biasanya terdiri dari famili paku-pakuan (pteridophyta) dan dicotyledoneae. Contoh: Bayam duri, kremek, jengger ayam, kayu apu, wedusan, sembung dan meniran.

Johny M. (2006) menyatakan gulma merupakan tumbuhan yang sangat mudah tumbuh pada bermaca-macam areal dan lokasi tanaman budidaya, hal itu yang menyebabkan gulma lebih unggul bersaing dengan tanaman budidaya. Faktor tersebut didukung pula oleh cara perkembangbiakan (reproduksi) gulma yang bermacam-macam seperti berikut:

1.     Dengan biji

Sebagian besar  gulma berkembangbiak dengan biji  dan menghasilkan jumlah biji yang sangat banyak seperti biji pada Amaranthus spinosus, Cynodon dactylon, Eragrostis amabilis.

Biji-biji gulma dapat tersebar jauh karena ukurannya kecil sehingga dapat terbawa angin, air, hewan dan sebagainya dengan demikian penyebarannya juga lebih luas. Adapula terdapat bulu-bulu (rambut halus) yang menempel pada biji, sehingga biji ini mudah diterbangkan oleh angin, seperti pada biji Emilia sonchifolia, Vernonia sp, dll.

Disamping itu biji-biji gulma  dapat bertahan  lama di dalam tanah (masa dormansi yang panjang) bila situasi lahan tanahnya tidak memungkinkan untuk tumbuh, kemudian  pada saatnya dapat tumbuh bila situasi sudah memungkinkan.

 

 

2.     Stolon

Adapula gulma yang dapat membentuk individu baru  dengan  stolon yaitu bagian batang menyerupai akar yang menjalar di atas permukaan tanah. Dimana batang ini terdiri dari nodus (buku) dan internodus (ruas), pada setiap nodus dapat keluar serabut-serabut akar dan tunas sehingga dapat mebentuk individu baru. Contoh gulma ini adalah: Paspalum conjugatum, Cynodon dactylon, dll.

 

3.     Rhizome (akar rimpang)

Yaitu batang beserta bagian-bagiannya yang manjalar di dalam tanah, bercabang-cabang, tumbuh mendatar dan pada ujungnya atau pada buku dapat muncul tunas yang membentuk individu baru.

 

4.     Tuber (umbi)

            Umbi merupakan pembengkakan  dari batang atupun akar yang digunakan sebagai tempat penyimpanan atau penimbun makanan cadangan, sehingga umbi tersebut bisa membesar. Pada beberapa bagian dari umbi tersebut terdapat titik (mata) yang pada saatnya nanti bisa muncul atau keluar tunas yang merupakan individu baru dari gulma tersebut. Contoh gulma ini adalah dari keluarga Cyperaceae, seperti: Cyperus rotundus, Cyperus irinaria, dst.

 

5.     Bulbus (umbi lapis)

Bulbus juga termasuk umbi yang merupakan tempat menyimpan makanan cadangan tetapi bentuknya  berlapis-lapis. Gulma golongan ini dapat  ditemukan pada keluarga Allium, contoh: Allium veneale (bawang-bawang).

 

6.     Dengan daun

Pada beberapa jenis gulma juga dapat berkembangbiak dengan  daunnya yang telah dewasa. Daun ini berbentuk membulat ataupun oval, pada pinggir daun bergerigi atau terdapat lekukan yang nantinya tempat muncul tunas menjadi individu baru. Contohnya: Calanchoe sp (cocor bebek),  Ranunculus bulbasus.

 

7.     Runner (Sulur)

Stolon yang keluar dari ketiak daun dimana internodianya (ruas) sangat panjang, membentuk tunas pada bagian ujung. Contoh: Eichornia crassipes.

 

8.     Spora

Ada juga beberapa gulma yang dapat berkembang biak dengan spora, dimana  spora ini bila telah matang  dapat diterbangkan oleh angina. Contoh gulma ini kebanyakan dari keluarga paku-pakuan seperti: Nephrolepsis bisserataLygopodiu sp, dll.

D.    Alelopati

Tumbuh-tumbuhan bersaing antar sesamanya secara interaksi biokimiawi, yaitu salah satu tumbuhan mengeluarkan senyawa beracun ke lingkungan sekitarnya dan dapat mengakibatkan gangguan pertumbuhan tumbuhan yang ada di dekatnya. Interaksi biokimiawi antara gulma dan pertanamanan antara lain menyebabkan gangguan perkecambahan biji, kecambah jadi abnormal, pertumbuhan memanjang akar terhambat, perubahan susunan sel-sel akar dan lain sebagainya (Syamsul, 2009)

Beberapa spesies gulma menyaingi pertanaman dengan mengeluarkan senyawa beracun dari akarnya atau dari pembusukan bagian vegetatifnya. Persaingan yang timbul akibat dikeluarkannya zat yang meracuni tumbuhan lain disebut alelopati dan zat kimianya disebut alelokimia. Umumnya senyawa yang dikeluarkan adalah dari golongan fenol (Edwardtoni, 2010)

Alelopati dapat digunakan sebagai alat bioteknologi untuk manajemen pengendalian gulma dan hama dengan cara: (a) transfer prinsip-prinsip allelopati ke dalam kultivar, (b) penggunaan tanaman rotasi yang allelopatik dan tanam tumpangsari, (c) penggunaan alelokimia sebagai herbisida atau pestisida (Institut Pertanian Bogor, 2010)

Menurut  Rahayu (2003) alelokimia pada tumbuhan dapat ditemukan di semua jaringan tumbuhan termasuk daun, batang, akar rizoma, umbi, bunga, buah dan biji. Organ pembentuk dan jenis alelokimia bersifat spesifik pada setiap spesies. Pada umumnya alelokimia merupakan metabolit sekunder yang dikelompokkan menjadi 14 golongan, yaitu asam organik larut air, lakton, asam lemak rantai panjang, quinon, terpenoid, flavonoid, tannin, asam sinamat dan derivatnya, asam benzoat dan derivatnya, kumarin, fenol, dan asam fenolat, asam amino non protein, sulfide serta nukleotida.

Senyawa-senyawa alelopati dapat dilepaskan dari jaringan-jaringan tumbuhan dalam berbagai cara termasuk melalui penguapan, eksudat akar, pencucian dan pembusukan organ tumbuhan. Beberapa gulma yang berpotensi alelopati baik yang masih hidup atau yang sudah mati sama-sama dapat melepaskan senyawa alelopati melalui organ yang berada di atas tanah maupun yang di bawah tanah ialah Abutilon theoprasti, Agropyron repens, Agrostemma githago, Allium vineale, Amaranthus spinosus, Ambrosia artemisifolia, A. trifidia, Artemisia vulgaris, Asclepias syriaca, Avena fatua, Celosia argentea, Chenopodium album, Cynodon dactylon, Cyperus esculentus, C. rotundus, Euphorbia esula, Holcus mollis, Imperata cylindrica, Poa spp. , Polygonum persicaria, Rumex crispus, Setaria faberii, Stellaria media (Unesa, 2010).

Senyawa alelopati dapat menghambat penyerapan hara, pembelahan sel-sel akar, pertumbuhan tanaman, fotosintesis, respirasi, sitesis protein, menurunkan daya permeabilitas membran sel dan menghambat aktivitas enzim.

Hasil penelitian Raden, et.all (2008) menyatakan bahwa pemberian ekstrak daun, biji dan akar tanaman jarak pagar tidak berpengaruh terhadap persentase perkecambahan jagung, tomat dan padi gogo tetapi ada kecenderungan pemberian ekstrak daun, biji dan akar tanaman jarak pagar dapat menghambat perkecambahan pada jagung, tomat dan padi gogo. Perkecambahan jagung dihambat oleh adanya ekstrak daun (55.30% vs 70.68%). Perkecambahan tomat dan padi gogo terhambat oleh ekstrak akar masing-masing 52.70% dan 68.67% dibandingkan kontrol (76% dan 84%). Selain itu, ekstrak daun, biji dan akar tanaman jarak pagar dapat menekan pertumbuhan akar dan plumula pada jagung, tomat dan padi gogo.

 

E.    Pengendalian Gulma

Pengendalian gulma dapat dilakukan dengan beberapa cara. Secara preventif, misalnya dengan pembersihan bibit-bibit pertanaman dari kontaminasi biji-biji gulma, pencegahan pemakaian pupuk kandang yang belum matang, pencegahan pengangkutan jarak jauh jerami dan rumput-rumputan makanan ternak, pemberantasan gulma di sisi-sisi sungai dan saluran-saluran pengairan, pembersihan ternak yang akan diangkut, pencegahan pengangkutan tanaman berikut tanahnya dan sebagainya.

Secara fisik, misal dengan pengolahan tanah, pembabatan, penggenangan, pembakaran dan pemakaian mulsa. Dengan sistem budidaya, misal dengan pergiliran tanaman, budidaya pertanaman dan penaungan dengan tumbuhan penutup (cover crops). Secara biologis, yaitu dengan menggunakan organisme lain seperti insekta, fungi, ternak, ikan dan sebagainya (Noor, 1977).

Secara kimiawi, yaitu dengan menggunakan herbisida atau senyawa kimia yang dapat digunakan untuk mematikan atau menekan pertumbuhan gulma baik secara selektif maupun non selektif, kontak atau sistemik, digunakan saat pratanam, pratumbuh atau pasca tumbuh.

 

Penggolongan herbisida berdasarkan waktu aplikasi yaitu :

a.      Herbisida pra tanam (pre planting), digunakan sebelum tanaman pokok ditanam atau benih disebar/ditebar, misalnya triazin pada jagung.

b.     Herbisida pra tumbuh (pre emergence herbicides), digunakan setelah tanaman pokoknya tumbuh, misalnya nitralin pada timun; herbisida diberikan pada permukaan tanah untuk mencapai akar atau biji gulma.

c.      Herbisida pasca tumbuh (post emergence herbicides), digunakan sesudah gulma dan tanaman pokoknya tumbuh, misalnya propanil pada padi, glifosat atau dalapon pada tanaman karet ; herbisida disemprotkan pada daun gulma dan mematikannya. (Institut Pertanian Bogor, 2010)

Secara terpadu, yaitu dengan menggunakan beberapa cara secara bersamaan dengan tujuan untuk mendapatkan hasil yang sebaik-baiknya (Wikipedia, 2010).

Penggunaan herbisida sejauh ini memberikan dampak positif berupa pengendalian gulma dan peningkatan produksi pertanian dan perkebunan. Namun di lain pihak, penggunaan herbisida secara terus menerus juga berakibat negatif bagi lingkungan yaitu terjadinya keracunan pada organisme nontarget, polusi sumber-sumber air dan kerusakan tanah, juga keracunan akibat residu herbisida pada produk pertanian, merupakan contoh dampak negatif penggunaan herbisida kimiawi.

Dengan sernakin meningkatnya kesadaran masyarakat akan pentingnya kelestarian lingkungan, maka semakin rneningkat pula tuntutan masyarakat akan proses usaha tani yang ramah lingkungan dan produk pertanian yang lebih aman. Salah satu alternatif usaha pemberantasan gulma pertanian dan perkebunan adalah menggunakan bioherbisida. Bioherbisida adalah suatu jenis herbisida yang bahan aktifnya dapat berupa hasil metabolisme jasad renik atau jasad renik itu sendiri. Serangga yang merupakan musuh alami dari tumbuhan pengganggu dapat juga dikategorikan sebagai bioherbisida. Bioherbisida belum banyak digunakan dalam usaha pertanian maupun perkebunan, tetapi sudah banyak penelitian yang dilakukan mengenai prospek penggunaan bioherbisida (Genowati dan Suwahyono, 1999).

            Pengembangan teknologi pengendalian gulma harus diupayakan dengan dukungan ilmu dan teknologi yang canggih, tetapi hasilnya harus efektif dan praktis bagi pemakai dan petani kecil, karena hanya inovasi yang sederhana dan mudah dilaksanakan yang akan mampu memotivasi timbulnya gairah untuk mengusahakan pembudidayaan tanaman yang lebih baik (Komang dan Dewi, 2008)

 

BAB III

METODE PENELITIAN

A.    Tempat dan Waktu

Penelitian dilaksanakan dua tahap yaitu di laboratorium dan Kebun kakao milik petani, Kecamatan Anreapi Kabupaten Polewali Mandar, dengan ketinggian tempat 100 m dpl, luas areal 1 ha. Penelitian dilaksanakan selama tiga bulan, mulai Juni 2010 sampai dengan Februari 2011.

 

B.    Bahan dan Alat

Bahan yang digunakan adalah tanah yang diperoleh dari kebun kakao, biji gulma dari golongan daun lebar (Sida spinosa), rumput (Eragrostis curvula) dan teki (Cyperus rotundus), hamparan gulma, universal indikator pH 0 – 14, air,  Pulpa kakao diperoleh dari kebun petani. Biji kakao segar hasil panen dikemas dalam karung, ditumpuk di atas hamparan plastik untuk menampung pulpa yang terperas. Pulpa yang terperas dikumpulkan kemudian difermentasi selama empat hari untuk digunakan sebagai herbisida nabati, dan ekstrak daun kemangi diperoleh dengan cara menghaluskan daun kemangi menggunakan blender kemudian disaring.

Alat yang digunakan adalah nampan plastik, cangkul, hand sprayer, sprayer punggung semi otomatis, stop watch, ember, ajir bambu, tali rafia, rol meter, sabit, papan tanda, gelas ukur 100 ml, dan buku kunci determinasi gulma.

 

C.    Rancangan Penelitian

 

Penelitian disusun secara faktorial menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) untuk penelitian di Laboratorium dan Rancangan Acak Kelompok (RAK) untuk penelitian di Kebun Kakao. 

 Faktor pertama adalah pulpa kakao (P), terdiri atas empat aras yaitu:

P0 = 0.0 l/ha

P1 = 30 l/ha

P2 = 40 l/ha

P3 = 50 l/ha

 

Faktor ke dua adalah kemangi (K), terdiri atas empat aras yaitu :

K0 = 0.0 l/ha

K1 = 30 l/ha

K2 = 40 l/ha

K3 = 50 l/ha

Kemudian difaktorialkan sehingga diperoleh 16 kombinasi perlakuan sebagai berikut:

P0K0

P0K1

P0K2

P0K3

P1K0

P1K1

P1K2

P1K3

P2K0

P2K1

P2K2

P2K3

P3K0

P3K1

P3K2

P3K3  P3K3

Masing-masing kombinasi perlakuan diulang tiga kali sehingga diperoleh 48 unit perlakuan/pengamatan.

 

  1. Instrumen Pengumpulan Data

 

1.     Penelitian di Laboratorium

a.      Tanah dari kebun kakao yang telah diambil di masukkan ke dalam nampan plastik kemudian diberikan label sesuai dengan perlakuan.

b.     Masing-masing nampan ditanami biji gulma dari golongan daun lebar, rumput dan teki.

c.      Aplikasi pulpa kakao dan ekstrak daun kemangi pada masing-masing nampan yang telah ditanami biji gulma.

d.     Penelitian diakhiri pada 4 minggu setelah aplikasi (MSA) dengan parameter pengamatan sebagai berikut :

a)     Kecepatan pertumbuhan masing-masing biji dengan mengukur tinggi gulma (cm).

b)     Panjang akar (cm)

c)     Panjang tajuk (cm)

d)     Jumlah Daun

 

2.     Penelitian di Kebun Kakao

a.     Pembuatan plot-plot percobaan dengan menggunakan ajir bambu dan tali rafia seluas 1 x 4 m2.

b.     Inventarisasi Gulma

Melakukan inventarisasi gulma, yaitu mencatat semua jenis gulma pada areal penelitian.

c.     Membersihkan gulma pada masing-masing plot percobaan menggunakan cangkul.

d.     Penyemprotan (Aplikasi Perlakuan)

a.    Kalibrasi alat semprot

b.   Pengukuran pH pulpa kakao

c.    Aplikasi masing-masing perlakuan

e.     Pengamatan

1.      Mengukur kecepatan pertumbuhan gulma (cm / 2 minggu). Pengukuran dilaksanakan selama 8 minggu setelah aplikasi (MSA).

2.      Menghitung persentase penutupan gulma menggunakan skala penutupan menurut Braun-Blanquet. Pengamatan dilakukan setelah 2 MSA selama 8 minggu dengan interval pengamatan 2 minggu.

        Tabel 1. Skala penutupan menurut Braun-blanquet

                  Sumber:  McMaugh (2007)

3.     Membuat petak/plot berukuran 0,5 m2, kemudian gulma yang berada dalam petak tersebut dipotong  dan dimasukkan ke dalam kantong plastik berdasarkan golongan gulma yaitu golongan daun lebar, golongan rumput dan teki, serta diberi label berdasarkan perlakuan, kemudian menimbang berat kering gulma setelah dioven pada suhu 110oC selama 24 jam. Pengambilan gulma dilakukan pada pengamatan 8 MSA.

4.      Pengukuran pH tanah sebelum dan sesudah perlakuan.

Dengan mengambil sampel tanah secara acak sebanyak 16 sampel, kemudian pH diukur dengan menggunakan universal indikator pH 0-14.

                                     E. Analisis Data

 Data dianalisa dengan Analisis Varian (ANOVA), untuk membedakan rerata antar perlakuan dilakukan uji Duncan Multiple Range Test (DMRT) pada taraf lima persen.

BAB IV

B.    Pembahasan

1.     Penelitian di laboratorium

Dari hasil penelitian di laboratorium dan analisis ragam seperti yang tercantum pada Lampiran 2., 3 dan 4 diketahui bahwa perlakuan pulpa kakao dan ekstrak kemangi memberikan pengaruh yang sangat nyata terhadap panjang akar, tajuk dan jumlah daun dari tiga jenis gulma yang diuji coba yaitu Sida spinosa (Tabel 2.), Sorghum halepense (L.) (Tabel 3.) dan Cyperus rotundus (Tabel 4.) yang kemudian diuji lebih terperinci dengan memakai DMRT (Duncan’s Multiple range Test) pada taraf 5%.

Kemampuan menghambat pada masing-masing parameter yang diamati membuktikan adanya potensi senyawa alelokimia pada pulpa kakao dan kemangi. Senyawa alelokimia ini mampu menghambat perkecambahan biji gulma, panjang akar, tajuk dan jumlah daun dari ketiga jenis gulma yang diuji coba. Penghambatan ini dinyatakan bahwa semakin tinggi konsentrasi atau dosis yang diberikan maka semakin tinggi hambatannya.

Pada aplikasi tunggal pulpa kakao yaitu P1K0 (30 l/ha pulpa kakao tanpa ekstrak daun kemangi) pada Tabel 2. kolom kedua menunjukkan panjang akar gulma Sida spinosa yang paling tinggi yaitu 2.1 cm yang berbeda nyata dengan P0K0 (kontrol) yaitu 1.5 cm (Gambar 3). Pada Tabel 3. kolom kedua pada perlakuan P1K0 (30 l/ha pulpa kakao tanpa ekstrak kemangi) menunjukkan panjang akar gulma Sorghum halepense (L.) yang tidak berbeda nyata dengan perlakuan P0K0 (kontrol), hal tersebut dapat dilihat pada Gambar 4. Begitupula panjang akar gulma Cyperus rotundus pada Tabel 4. kolom kedua perlakuan P0K1 menunjukkan panjang akar yang tidak berbeda nyata dengan P0K0 (Kontrol) lihat pada Gambar 5.

Hal tersebut dapat terjadi karena senyawa alami yang mampu menekan pertumbuhan pada konsentrasi tertentu seringkali justru berperan sebagai zat pengatur tumbuh pada dosis tertentu (Setyowati dan Suprijono, 2001) dan pada penelitian ini dosis pulpa kakao 30 l/ha justru berperan sebagai zat perangsang tumbuh bagi ketiga jenis gulma tersebut. Hal tersebut sesuai dengan pernyataan dalam (http://irc.ipb.ac.id/jspui/bitsream/123456789/40418/2-BAB2 Perkembangan-Ilmu-Gulma.) bahwa aspek bioteknologi alelopati lainnya adalah penggunaan alelopati sebagai zat pengatur tumbuh, namun penerapannya masih sedikit.   Sedangkan untuk parameter kecepatan pertumbuhan biji gulma dan jumlah daun tidak memberikan perbedaan yang nyata dengan perlakuan P0K0 (kontrol).

Setyowati (2001) mengemukakan pertumbuhan dan perkembangan tumbuhan tergantung pada konsentrasi ekstrak, sumber ekstrak, temperatur  ruangan, dan jenis tumbuhan yang dievaluasi serta saat aplikasi.

Dalam penelitian ini pemberian dosis pulpa kakao dan ekstrak kemangi secara tunggal maupun dikombinasikan memberikan pangaruh yang sangat nyata  terhadap penghambatan parameter yang diamati. Berdasarkan hasil penelitian di laboratorium ini maka diperoleh kisaran dosis yang akan digunakan untuk penelitian lebih lanjut di lapangan dengan kondisi lingkungan yang tidak dapat dikontrol seperti di laboratorium.

 

2. Penelitian di Lapangan

            Berdasarkan hasil penelitian di lapangan maka diperoleh hasil yang sama dengan hasil penelitian di laboratorium bahwa semakin tinggi konsentrasi atau dosis yang diberikan maka semakin tinggi pula hambatannya terhadap parameter yang diamati. Dosis paling tinggi yang digunakan disini adalah 50 l/ha pulpa kakao dan ekstrak kemangi. Sebagaimana yang terjadi di laboratorium, penelitian di lapangan pun menunjukkan adanya interaksi sinergis yang dihasilkan dari pencampuran pulpa kakao dan ekstrak kemangi dalam menghambat perkecambahan biji, berat kering gulma dan persentase penutupan gulma pada pengamatan 2, 4, 6 dan 8 MSA karena pulpa kakao yang mengandung asam malat dan asam sitrat. Seperti yang dikemukakan Moenandir (1988) bahwa asam  malat dan sitrat yang merupakan cairan buah dan tanaman secara umum dapat menghambat perkecambahan. Selain itu salah satu komposisi pulpa kakao yaitu polifenol yang mengandung asam fenolat yang bertindak sebagai bioherbisida.

            Syakir dkk. (2008) mengemukakan bahwa fenol berikut turunannya  merupakan senyawa kimia yang banyak dimanfaatkan sebagai insektisida, herbisida, maupun fungisida. Herbisida yang mengandung fenol dapat ditranslokasikan di dalam tumbuhan dan digunakan sebagai herbisida pra dan pasca tumbuh yang selektif, selain itu sifat menarik dari fenol yaitu mampu mengikat protein sehingga beberapa enzim dapat dihambat. Herbisisda turunan fenol dalam dosis rendah merupakan racun oksidasi di dalam sel yang mencegah pembentukan ATP. Herbisida Fenolat secara biokimia bekerja dengan cara memutus reaksi respirasi, sehingga reaksi tersebut tidak dapat menghasilkan energi. Selanjutnya Rahayu (2001) menyatakan beberapa spesies gulma terhambat pertumbuhannya akibat asam-asam fenolat dalam jerami padi.

            Sedangkan pada kemangi terdapat kandungan sineol 1.8 yang memiliki potensi yang cukup tinggi sebagai herbisida seperti yang diungkapkan oleh Hernani dan Marwati (1999) bahwa senyawa-senyawa terpenoid mempunyai potensi tinggi sebagai herbisida seperti sineol 1.8, menthol, thimol, pulegon dan sitral. Simetilin senyawa aktif dalam herbisida mempunyai struktur kimia yang hampir sama dengan sineol 1.8. Golongan monoterpen yang memiliki aktivitas tertinggi adalah sineol 1.8 kemudian menthol, thimol, borneol dan pulegon.

            Pada Tabel 5. menunjukkan persentase penutupan gulma paling rendah  pada pengamatan 2, 4, 6 dan 8 MSA terdapat pada perlakuan P3K3 ( 50 l/ha pulpa kakao dan ekstrak kemangi). Hal tersebut kemunkinan dikarenakan asam fenolat yang terkandung dalam pulpa kakao bertindak sebagai bioherbisida bagi biji gulma dalam tanah agar tetap dorman dan atau menyebabkan kematian benih gulma sebelum berkecambah akibat nekrosis asam amino dan cairan sel. Seperti yang dikemukakan Edwardtoni (2010) bahwa tanaman yang rentan terhadap senyawa alelokimia dapat mengalami gangguan pada proses perkecambahan, pertumbuhan serta perkembangannya. Selanjutnya Sukman dan Yakub (1991) menyatakan bahwa alelopati dapat juga dihasilkan alang-alang (Imperata cylindrica L.) yang menghambat pembelahan sel, pengambilan mineral, respirasi, penutupan stomata, dan sintesa protein. Interaksi biokimia antara gulma alang-alang dan tanaman lain yang kalah bertumbuh mengakibatkan gangguan perkecambahan biji (kecambah jadi abnormal), pertumbuhan memanjang, dan susunan sel-sel akar pertumbuhan tanaman yang kerdil, terjadinya klorosis, dan juga terjadi pengurangan organ tanaman.

            Penekanan pertumbuhan dan perkembangan akibat adanya aplikasi pulpa kakao dan ekstrak kemangi ditandai perubahan morfologis pada gulma yaitu terjadinya perlambatan atau penghambatan perkecambahan biji, perubahan warna daun (dari hijau normal menjadi kekuning-kuningan) seperti pada Gambar 7., pertumbuhan rambut akar yang terganggu dan penurunan panjang akar (Gambar 6a dan 6b), dengan melihat fenomena ini maka alelokimia yang berasal dari pulpa kakao dan ekstrak kemangi mungkin bekerja menganggu proses fotosintesis. Setyowati dan Suprijono (2001) mengemukakan bahwa aplikasi ekstrak teki mampu menekan pertumbuhan dan perkembangan yaitu ditandai dengan penurunan tinggi tanaman, panjang akar, perubahan warna daun, membengkaknya akar, dan pertumbuhan rambut akar yang terganggu.

            Mekanisme pengaruh alelokimia (khususnya yang menghambat) terhadap pertumbuhan dan perkembangan organisme (khususnya tumbuhan) sasaran melalui serangkaian proses yang cukup kompleks, proses tersebut diawali di membran plasma dengan terjadinya kekacauan struktur, modifikasi saluran membran, atau hilangnya fungsi enzim ATP-ase. Hal ini akan berpengaruh terhadap penyerapan dan konsentrasi ion dan air yang kemudian mempengaruhi pembukaan stomata dan proses fotosintesis. Hambatan berikutnya mungkin terjadi dalam proses sintesis protein, pigmen dan senyawa karbon lain, serta aktivitas beberapa fitohormon. Sebagian atau seluruh hambatan tersebut kemudian bermuara pada terganggunya pembelahan dan pembesaran sel yang akhirnya menghambat pertumbuhan dan perkembangan tumbuhan sasaran (Zasuke, 2009).

            Pada Gambar 4. berat kering dari masing-masing golongan gulma yaitu daun lebar, rumput dan teki memperlihatkan berat kering tertinggi pada perlakuan kontrol dan 30l/ha pulpa kakao. Hal ini bis dimengerti mengingat tidak ada pengaruh alelokimia pada perlakuan kontrol, sedangkan pada dosis 30 l/ha senyawa alelokimia berperan sebagai zat pengatur tumbuh.  Pada perlakuan P1K2 sampai pada dosis tertinggi yaitu P3K3 berat kering gulma semakin rendah pada aplikasi tunggal ataupun campuran pulpa kakao dan ekstrak kemangi. Hal ini diakibatkan semakin besar dosis maka alelokimia yang diberikan juga semakin besar sehingga daya hambatnya terhadap pertumbuhan gulma semakin besar pula.

Hasil pengukuran pH pulpa kakao sebelum diaplikasikan adalah empat dan pH tanah pada masing-masing petak percobaan setelah aplikasi dapat dilihat pada Lampiran 1. yaitu asam pulpa kakao tidak menyebabkan perubahan pH tanah yang signifikan, pH tanah masing-masing perlakuan pada pengamatan 2 MSA berkisar enam sampai tujuh, namun setelah 6 MSA, pH tanah masing-masing perlakuan menunjukkan pH 7 (tujuh) kecuali pada petak kontrol. Berdasarkan pernyataan dan fenomena tersebut, maka aplikasi pulpa kakao tidak memberikan dampak negatif terhadap tanaman budidaya yang memiliki perakaran dangkal.

BAB. V

KESIMPULAN DAN SARAN

A.    Kesimpulan

Berdasarkan hasil pengamatan, analisa, dan pembahasan dapat disimpulkan sebagai berikut :

1.     Aplikasi pulpa kakao menyebabkan kematian biji sebelum berkecambah akibat nekrosis.

2.     Terdapat perubahan morfologis pada gulma akibat aplikasi perlakuan pulpa kakao dan kemangi, yakni perubahan warna daun gulma (dari hijau menjadi kekuning-kuningan), pertumbuhan rambut akar terganggu dan terjadinya penurunan panjang akar.

3.     Perlakuan 50 l/ha pulpa kakao dan ekstrak kemangi 50 l/ha memberikan hasil yang lebih baik.

4.     Dosis pulpa kakao 30 l/ha justru berperan sebagai zat perangsang tumbuh  bagi pertumbuhan akar gulma.

5.     Pulpa kakao dan kemangi potensial sebagai bioherbisida pra-tumbuh.

 

B.    Saran

 

1.   Perlu informasi yang intensif tentang mekanisme kerja alelokimia masih sedikit, melalui transformasi alelokimia di dalam tanah yang dapat menyebabkan formasi senyawa yang tidak teridentifikasi.

2.   Perlu penyerderhanaan subjek allelokimia yang kompleks agar mudah dipahami mekanisme kerja senyawa alelokimia di dalam tanah.


DAFTAR PUSTAKA

 

 

Adnyana, I. K. dan Firmansyah, A. 2006.  Kemangi Versus Selasih. http://anekaplanta.wordpress.com/2007/12/22/kemangi-versus-selasih/. Akses 11 Januari 2011 

Atmana, S. A. 1998. Pentingnya Proses Fermentasi Bir Kakao. www.iptek.net.id/ind/terapan/cococa_idx.php?doc=a5. Akses 2 Oktober 2010.

 

Atmawinata, O., S. Mulato, S. Widyotomo dan Yusianto. 1998. Teknik Prapengolahan Biji Kakao Segar Secara Mekanis untuk Mempersingkat Waktu Fermentasi dan Menurunkan Keasaman Biji. Pelita Perkebunan Vol. 14. No.4 : 48-62.

 

Away, Y. 1985. Kemungkinan Penggunaan Cairan Fermentasi Cokelat sebagai Bahan Penggumpal Lateks. Menara Perkebunan. Vol. 53. No. 5 : 192-195.

 

Biologi online Posted by Saifbio2009Penggunaan “Pasta Kemangi (Ocymum basilicum)” dalam Upaya Menanggulangi Demam Berdarah (DBD) Di Daerah Endemik http://zaifbio.wordpress.com/

2009/07/31/pengggunaan-%E2%80%9Cpasta-kemangi-ocymum-

basilicum%E2%80%9D-dalam-upaya-menanggulangi-demam-berdarah-dbd-di-daerah-endemik/Akses 11 Januari 2011.

 

BPTP Bali. 2006. Nata De Kakao: Memanfaatkan Limbah Menyelamatkan Lingkungan. Warta Penelitian dan Pengembangan Pertanian Vol. 28 No. 4.

 

Dennis, F.G. dan S. Sidakaton. 2011. Daun Kemangi Menyuburkan Kandungan. http://www.tnol.co.id/id/health/7738-daun-kemangi-menyuburkan-kandungan.html. Akses 17 Januari 2011.

 

Edwardtoni. 2010. Allelopati. http://jakophutapea.blog.com/2010/10/21/

alelopati/

Genowati, I dan U. Suwahyono.1999. Prospek Bioherbisida sebagai Alternatif Pengunaan Herbisida Kimiawi. Jurnal Tinjauan Ilmiah Riset Biologi dan Bioteknologi Pertanian.Volume 2 Nomor 2http://anekaplanta.wordpress.com/2008/03/02/prospek-bioherbisida-sebagai-alternatif-penggunaan-herbisida-kimiawi/. Akses 17 Januari 2011.

Hadipoentyanti dan Sri Wahyuni. 2008. Keragaman Selasih (Ocimum Spp. Berdasarkan Karakter Morfologi, Produksi dan Mutu Herba. Jurnal Littri 14(4). Hlm. 141-148.

Hernani dan Tri Marwati. 1999. Peluang dan Pemanfaatan Tanaman sebagai Bahan Sediaan Herbisida Alami. Balai Penelitian Tanaman  Rempah dan Obat. Bogor

 

http://irc.ipb.ac.id/jspui/bitsream/123456789/40418/2-BAB2-Perkembangan-Ilmu-Gulma. Akses 11 Januari 2011

 

http://fp.uns.ac.id/~hamasains/dasarperlintan-4.htm. Akses 11 Januari 2011.

 

http://id.wikipedia.org/wiki/Gulma#Pengendalian_gulma. Akses 11 Januari 2011.

 

http://obtrando.files.wordpress.com/2010/10/12b1320-ocimum-sanctum-dari-buku-ppot2.pdf.  Akses 17 Januari 2011

 

http://iirc.ipb.ac.id/jspui/bitstream/123456789/40418/6/BAB7_Pengendalian__Kimiawi.pdf. Akses 17 Januari 2011

 

Johhny, M. 2006. Dasar-dasar Mata Kuliah GulmaJurusan Biologi. Fakultas  Matematika dan Ilmu Pengetahuan AlamUniversitas  Udayana.

 

Komang, S. dan P. Dewi. W. 2008. Peranan Gulma dalam Pengelolaan Lingkungan. Fakultas Pertanian. Universitas Udayana.

 

Maspary. 2010. Pengolongan Gulma Tanaman. http://gerbangtani.blogspot.com/2010/05/penggolongan-gulma-tanaman.html. Akses 10 Januari 2011

 

McMaugh, T. 2007. Pedoman surveilensi Organisme Pengganggu Tumbuhan di Asia dan Pasifik. ACIAR Monograph No. 119a, 192p

 

Moenandir, J.1998. Persaingan Tanaman Budidaya dengan Gulma. Rajawali Pers. Jakarta. 82 p.

 

Noor, E.S. 1977. Pengendalian Gulma di Lahan Pasang Surut. Proyek Penelitian Pengembangan Pertanian Rawa Terpadu-ISDP. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian.

 

 

 

Palapa, T. M. 2009Senyawa Alelopati Teki (Cyperus rotundus) dan Alang-alang (Imperata cylindrica) sebagai Penghambat Pertumbuhan Bayam Duri (Amaranthus spinosus). FMIPA Unima Manado. Agritek Vol. 17 No. 6. 1162 p.

 

Panji T. 1998. Potensi Produksi Asam Gamma Linoleat dari Beberapa Limbah Cair Perkebunan. Warta Penelitian Bioteknologi Perkebunan IV (1), 42 – 50.

 

Purba, E. 2009. Keanekaragaman Herbisida dalam Pengendalian Gulma Mengatasi Populasi Gulma Resisten dan Toleran Herbisida. Univ. Sumatera Utara. Medan. http://www.usu.ac.id/Pidato%20

  Pengukuhan%20Guru%20Besar_Edison%20Purba.pdf. Akses 17 Januari 2011.

 

Raden, I., B.S. Purwoko, E. Santosa, Hariyadi, M. Ghulamahdi. 2008. Pengaruh Alelopati Jarak Pagar (Jatropha curcas L.) terhadap Perkecambahan Benih Jagung, Tomat dan Padi Gogo. Bul. Agron. (36) (1) 78 – 83 (2008).

 

Rahayu, E.S.2001Potensi Alelopati Lima Kultivar Padi terhadap Gulma Pesaingnya, Dalam: D. Suroto, A. Yunus, E. Purwanto, dan Spriyono (eds.) Prosiding I Konferensi Nasional Himpunan Ilmu Gulma Indonesia XV. Surakarta 17-19 Juli 2001. 91-98.

 

Rahayu, E.S.2003Peranan Penelitian Alelopati dalam Pelaksanaan Low External Input And Sustainable Agriculture (LEISA). Program Pasca Sarjana/S3 IPB. Bogor. 7 p.

 

Sazuke. 2009. Biokomia Tumbuhan. http://hmptuh.blogspot.com/2009/04/

biokimia-tumbuhan.html

 

Seameo Biotrop. 2010. Pelatihan Pengelolaan Gulma dan Tumbuhan Asing Invasif. Bogor

 

Sukman, Y., dan Yakub. 1991. Gulma dan Teknik Pengendaliannya. Jakarta: Rajawali Pers.

 

Sulistyowati. 1988. Keasaman Biji Kakao dan Masalahnya. Pelita Perkebunan. No.3. Vol. 4:151-158.

 

Suprijono E. dan N. Setyowati. 2001. Efikasi Alelopati Teki Formulasi Cairan Terhadap Gulma Mimosa invisa dan Melochia corchorifolia. Jurnal Ilmu-Ilmu Pertanian Indonesia. Vol. 3. No. I. Hal. 16 – 24.  

 

Syakir M., M.H. Bintoro, H. Agusta dan Hermanto. 2008. Pemanfaatan Limbah Sagu sebagai Pengendalian Gulma pada Lada Perdu. Jurnal Littri 14(3). September 2008. Hlm 107-112.

 

Syamsul. 2009. Alelopati. Unversitas Jambi.

 

TetelayF2003Pengaruh Allelopathy Acacia mangium Wild. Terhadap Perkecambahan Benih Kacang Hijau (Phaseolus radiatus L) dan Jagung (Zea mays). 7 p. http://www.irwantoshhut.com. Akses 12 Desember 2010.

 

Yusianto, S. Mulato, S. Widyotomo, dan E. B. Kristiani. 2001. Proses Fermentasi Biji Kakao dengan Perlakuan Pengurangan Pulp Secara Mekanis. Warta Pusat Penelitian Kopi dan Kakao Indonesia. Vol. 17. No.1:98-115.

 

Warintek.2001.Kakao.http://warintek.progressio.or.id/ttg/pangan/perkebunan.htm. Akses 29 September 2004.

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

  

                 

 

 

 

 

 

 


























































Post a Comment for "Potensi Pulpa Kakao (Theobrema cacao L.) dan Kemangi (Ocimum basilicum L.) sebagai Bioherbisida Pra Tumbuh"